28.10.13

“Ummi, aina Abi?”

Dalam gubuk kecil
melengung sang anak
dari hujung jendela usang
menanti si Abi
mengayun langkah pulang.

Kirmizi langit berundur akur
mengabdi menuruti
aturan Sang Khaliq 
Yang Maha Menciptakan
membiar tabir malam terbuka
memenuhi Sunnatullahi Ta’ala. 

Sinar qamar yang terbias
sedikitpun tak menampakkan
bayang si Abi.
Namun,
sang anak tegar di kisi
dalam kantuk yang teramat
menanti kepulangan Abi yang dirindui.

Sejenak,
berlari sang anak
mendapatkan Ummi yang terkasih
terpacul dari bibir pipih,
“Ummi, aina Abi?” 

Senyum Ummi terlarik
tersemat harapan
semoga sang anak faham
Abi pergi
memperjuangkan Islam
Demi Tuhan Yang Menguasai Alam.

Malam sa’adah beredar
sang anak terlena
dalam penantian berzaman
dalam dakapan kecintaan
saat waktu
sabar, istighfar Ummi menjadi candu.

Purnama penuh menumpahkan cahaya
menyuluh dinihari yang gelita
lembut angin iman bertiup
menghidupkan hening atmosfera syurga
keluarga mujahid bertaqwa.

Kedengaran
derap kaki menggetarkan jiwa
senyum Ummi menebarkan bahagia
pasti Abi kembali jua.

Tapi, ghaib Abi dari pandangan.
Mengapa berkaca-kaca
mata Ummi kiri kanan?

Khabar yang indah
janji mulia kini terlaksana
si Abi kembali kepada Rabbnya
meraih tenang dalam syahidnya.

Seluruh alam menyaksikan
alir air mata kudus
dari kalbu yang tulus
dalam ketenangan
Ummi merelakan
mensyukuri perginya Abi
menggapai mardhatillahi. 

Sedang,
sang anak terus menanti
berharap, bertanya
“Ummi, aina Abi?” 


Cetusan,
Khairunnisa Bohari
Kuala Lumpur
24 Jumaada al-awwal 1433H.


Nota Entri
*kirmizi: warna merah tua
*khaliq: pencipta
*qamar: bulan
*sa'adah: bahagia, tenang
*ghaib: tiada di pandangan, hilang
*mardhatillahi: keredhaan Allah